Google

27 Februari 2008

BIAR KU BAWA SAJA …………

Mendengar gonjang ganjing dan gosip nakal tentang selebritis kita, adalah sebuah kelaziman yang lazim adanya. Tapi ketika terdengar berita retak dan berakhirnya mahligai perkawinan artis senior Dewi Yul dengan aktor berwatak Ray Sahetapi, rasa dan sensitifitas ini terhenyak, bingung dan sulit dipahami.

Inilah sebuah kerja rumah rasa, simpati dan keprihatinan baru yang diahdirkan ditengah kegalauan dan kebingungan psikis masyarakat kita. Tak bisa dipungkiri, masyarakat kita telah begitu dalam dan terikat fanatis rasa simpatinya, kepada hidup, dan kehidupan para selibritis kita, terutama selebriti yang telah begitu merasuk di hati masyarakat kita seperti Mbak Dewi dan Bang Ray.

Sulit memang untuk memahami dan bisa dimengerti , begitu hidup sangat lihai dan cerdik memainkan emosi dan pikiran kita, sehingga saking terhanyutnya kita pada dunia diluar diri kita, terkadang kita seolah terlupa sesaat pada realitis di dalam diri kita sendiri. Apakah ini yang dinamakan sebuah solidaritas fanatisme ?

Saya sedang berandai, bahwa saat ini saya berada di dekat Mbak Dewi dan Bang Ray. Tak ada pertanyaan sebab akibat yang bisa saya ajukan. Kenapa, mengapa dan bagaimana berita ini ada dan keluar ditengah konsentrasi rasa sedang memikirkan hal yang lain? Sekali lagi sangat tidak dewasa jika pertanyaan ini yang saya munculkan kepada mereka berdua.

Dalam diam, pikiran saya selalu bertanya dan mencoba menjawab sendiri apa dan bagaimana hal ini bisa disikapi dan dijadikan sebuah PERMENUNGAN yang dalam dan sangat personal. Sungguh sebuah jawaban yang tak bisa tergambar dan tak terdengar dengan kenaifan sebagai seorang dewasa yang juga masih dalam perjalanan pencarian.

Dengan sangat hati-hati dan penuh penyadaran, sebuah pembelajaran hidup bisa juga masuk dalam pemahaman diri, dengan cara diam, hening dan penuh kesediaan untuk mendengar sang kehidupan bertutur tentang sebuah syair pembelajaran baru.

Kekuatan expresi dan mimik akting seorang Dewi Yul, dalam kancah dunia film dan sinetron tak ada yang meragukan. Diam- diam, kesadaran ini menangkap sebuah mutiara kata baru, yang keluar dari olah kata sang BINTANG, ketika diadakan jumpa pers dengan wartawan cetak dan elektronika. ya… sebuah kata AGAPE. Sang pelantun RINDU YANG TERLARANG, menggambarkan , sebuah rasa yang bertengger pada tingkatan diatas tingkatan kata CINTA. Saya tidak menyetuji poligami tetapi saya menghormati orang yang berpoligami. Tidak ada kata bekas ayah, bekas suami yang ada semua masih saling sayang dan saling memberi perhatian satu sama lain. Inilah sebuah ujian iman. Demikian barisan syair kehidupan yang dilantunkan oleh biduanita senior Indonesia.

Diseberang sana , terdengar tuturan kehidupan sang aktor kawakan Bang Ray Sahetapy. Ini adalah sebuah permasalahn yang harus dicari jalan keluarnya. Jika berita ini ada mengandung nilai pembelajaran bagi masyarakat, maka saya tidak keberatan untuk dimunculkan jadi berita. Tapi jika tidak ada nilai pembelajaran yang bisa diperleh masyarakat, maka biarlah kami membicarakan hal ini secara pribadi, untuk mencarikan jalan keluar terbaik.

Dua buah penuturan yang hadir didalam kesadaran dan pemahaman kita, tak sanggup untuk berkomentar apa pun juga, selain hanya diam dan hanya diam sambil terus mencari makna apa dari sebuah cerita yang dilakonkan oleh dua orang anak manusia, dalam perjalanan hidup dan proses pencarian.

Tidak ada komentar: